Bagi anak-anak yang lahir di tahun 2010 dan setelahnya, merupakan anak-anak generasi di era digital karena ditahun-tahun itulah teknologi berkembang sangat pesat. “Maka, karakter utama dari generasi ini adalah melek teknologi”
Sibuk dengan gadget, dalam kesehariannya kebiasaan anak-anak sekarang di era digital ini lebih fasih memakai smartphone atau tablet dari pada membalikkan halaman buku dengan benar.
Terekspos dengan gadget sejak dini mambuat anak juga familiar pada segala hal yang berhubungan dengan layar. Kadang hal ini berpengaruh pada screen time yang anak lakukan setiap hari, dari menonton saluran anak di televise bebayar hingga sibuk mencari video faforitnya.
Tak hanya itu, anak-anak generasi ini banyak yang terpapar pendidikan sejak usia sangat dini, terutama mereka yang tinggal di kota besar. “Kebanyakan orang tua anak ini cukup sejahtera di usia yang relatif muda, sehingga mereka sanggup menyekolahkan anak sejak balita.” Seperti kita lihat, kini muda menemukan “sekolah” untuk pendidikan anak usia dini, bahkan ada kelas stimulasi motorik untuk anak usia 1 tahun.
Bagi para orang tua di era digital ini juga punya target tinggi untuk setiap aspek kehidupan mereka, termasuk anak, kadang mereka tidak sadar hal itu tertuang dalam cara mendidik mereka yang cenderung over protected. Hal ini terjadi karena mereka merasa kewalahan oleh arus informasi yang begitu deras mengenai gaya pengasuhan. Jadinya kalau tidak pandai-pandai mix and match, malah bisa memunculkan karakter anak dalam beberapa kutub.
Nah, hal ini menjadi tantangan bagi orang tua, untuk itu berikut ini beberapa tips yang bisa dilakukan dalam mengasuh anak-anak.
Sibuk dengan gadget, dalam kesehariannya kebiasaan anak-anak sekarang di era digital ini lebih fasih memakai smartphone atau tablet dari pada membalikkan halaman buku dengan benar.
Terekspos dengan gadget sejak dini mambuat anak juga familiar pada segala hal yang berhubungan dengan layar. Kadang hal ini berpengaruh pada screen time yang anak lakukan setiap hari, dari menonton saluran anak di televise bebayar hingga sibuk mencari video faforitnya.
Tak hanya itu, anak-anak generasi ini banyak yang terpapar pendidikan sejak usia sangat dini, terutama mereka yang tinggal di kota besar. “Kebanyakan orang tua anak ini cukup sejahtera di usia yang relatif muda, sehingga mereka sanggup menyekolahkan anak sejak balita.” Seperti kita lihat, kini muda menemukan “sekolah” untuk pendidikan anak usia dini, bahkan ada kelas stimulasi motorik untuk anak usia 1 tahun.
Bagi para orang tua di era digital ini juga punya target tinggi untuk setiap aspek kehidupan mereka, termasuk anak, kadang mereka tidak sadar hal itu tertuang dalam cara mendidik mereka yang cenderung over protected. Hal ini terjadi karena mereka merasa kewalahan oleh arus informasi yang begitu deras mengenai gaya pengasuhan. Jadinya kalau tidak pandai-pandai mix and match, malah bisa memunculkan karakter anak dalam beberapa kutub.
Nah, hal ini menjadi tantangan bagi orang tua, untuk itu berikut ini beberapa tips yang bisa dilakukan dalam mengasuh anak-anak.
Pertama,
Kita harus melek teknologi, “Karena kita hidup di zaman dimana anak-anak kita bukan lagi orang yang hanya menggunakan teknologi, tapi mereka pun sesungguhnya menjadikan diri mereka bagian dari teknologi tersebut”
Sebelum mengadopsi salah satu cara pengasuhan, perlu dipahami setiap anak memiliki karakter yang unik. Memang karakteristik suatu generasi ituh khas, tapi bukan berarti selalu dapat digeneralisasi. Jadi, belum tentu suatu pola asuh yang diterapkan ke beberapa anak akan menghasilkan outcome yang sama. “Gunakan akses kita ke teknologi untuk banyak belajar tentang plus minus dari berbagai gaya pengasuhan.”
Sebelum mengadopsi salah satu cara pengasuhan, perlu dipahami setiap anak memiliki karakter yang unik. Memang karakteristik suatu generasi ituh khas, tapi bukan berarti selalu dapat digeneralisasi. Jadi, belum tentu suatu pola asuh yang diterapkan ke beberapa anak akan menghasilkan outcome yang sama. “Gunakan akses kita ke teknologi untuk banyak belajar tentang plus minus dari berbagai gaya pengasuhan.”
Kedua,
Anak cenderung menjadi risk taker, maka sudah jadi tanggung jawab kita untuk memahami lebih dalam keperibadian anak. Kita harus bijak dalam memfasilitasi potensi dan kebutuhan anak, jangan sampai malah menghambat atau tidak bisa mengenali potensi anak.
Contoh, anak suka membuat vlog melalui smartphone kita. Fasilitasi kegemaran anak dengan, misalnya, membuat akun khusus di YouTube untuk mengunggah vlog buatannya. Namun, ajari anak pula untuk memilah dan menyaring mana yang boleh dan tidak boleh direkam atau diunggah.
Contoh, anak suka membuat vlog melalui smartphone kita. Fasilitasi kegemaran anak dengan, misalnya, membuat akun khusus di YouTube untuk mengunggah vlog buatannya. Namun, ajari anak pula untuk memilah dan menyaring mana yang boleh dan tidak boleh direkam atau diunggah.
Ketiga,
Ajak anak membangun sense of privacy. Kemungkinan besar anak mulai kenal media social di usia yang sangat dini. Pun jika kita yang membuatkan khusus akun tentang keseharian anak, kitalah yang harus mulai menyaring informasi yang di-post.
Keempat,
Asah soft skill anak, khususnya dalam berinteraksi social. Bekali anak dengan do’s and don’ts tentang ini, misalnya, sapaan saat masuk kerumah atau bertamu, salam dengan orang yang lebih tua, menatap lawan bicara ketika berbicara, tidak memotong atau menyela pembicaraan, dan seterusnya. Masuk dalam linkup ini juga adalah bagaimana ia bergaul dengan teman sebayanya. Itulah mengapa, kita perlu menyekolahkan anak sesuai jenjang usianya. Sekolah merupakan salah satu tempat yang baik untuk mengasah keterampilan social anak, dari komunikasi, bermain bergiliran, mendengarkan orang lain, hingga menyampaikan pendapat.
Kelima,
Tetap tanamkan nilai-nilai yang kita anut dalam keluarga selama ini dengan menerapkannya sejak dini. “Nilai-nilai yang dianut keluarga bukanlah sesuatu yang bisa ditanamkan secara dadakan.” Kita pun harus kuat memahaminya terhadap nilai-nilai tersebut pada anak dan sungguh-sungguh serius saat menyampaikannya.
Terakhir, adakalanya kita harus kembali mengandalkan insting kita sebagai orangtua. Frase parents know the best masih berlaku saat kita dihadapi dnegan kebingungan mengasuh anak. Insting alami kita untuk memeluk dan melindungi anak bisa mengalahkan tips pengasuhan terkini mana pun.
Karena pada akhirnya anak membutuhkan satu hal saja dari diri kita, yaitu kehadiran kita secara utuh dalam setiap momen hidupnya. Ibu macan yang tak kenal gadget saja selalu jadi mama yang baik dan benar buat anaknya, apalagi kita?
Demikian potingan mengenai cara mengasuh anak di Era Digital, tunggu dan baca pada postingan berikutnya.
Terakhir, adakalanya kita harus kembali mengandalkan insting kita sebagai orangtua. Frase parents know the best masih berlaku saat kita dihadapi dnegan kebingungan mengasuh anak. Insting alami kita untuk memeluk dan melindungi anak bisa mengalahkan tips pengasuhan terkini mana pun.
Karena pada akhirnya anak membutuhkan satu hal saja dari diri kita, yaitu kehadiran kita secara utuh dalam setiap momen hidupnya. Ibu macan yang tak kenal gadget saja selalu jadi mama yang baik dan benar buat anaknya, apalagi kita?
Demikian potingan mengenai cara mengasuh anak di Era Digital, tunggu dan baca pada postingan berikutnya.
No comments:
Post a Comment